Senin, 14 September 2009

Morphology


Geomorfologi merupakan suatu studi yang mempelajari asal (terbentuknya) topografi sebagai akibat dari pengikisan (erosi) elemen-elemen utama, serta terbentuknya material-material hasil erosi. Melalui geomorfologi dipelajari cara-cara terjadi, pemerian, dan pengklasifikasian relief bumi. Relief bumi adalah bentuk-bentuk ketidakteraturan secara vertikal (baik dalam ukuran ataupun letak) pada permukaan bumi, yang terbentuk oleh pergerakan-pergerakan pada kerak bumi.

Konsep-konsep dasar dalam geomorfologi banyak diformulasikan oleh W.M. Davis. Davis menyatakan bahwa bentuk permukaan atau bentangan bumi (morphology of landforms) dikontrol oleh tiga faktor utama, yaitu struktur, proses, dan tahapan. Struktur di sini mempunyai arti sebagai struktur-struktur yang diakibatkan karakteristik batuan yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi.
Proses-proses yang umum terjadi adalah proses erosional yang dipengaruhi oleh permeabilitas, kelarutan, dan sifat-sifat lainnya dari batuan. Bentuk-bentuk pada muka bumi umumnya melalui tahapan-tahapan mulai dari tahapan muda (youth), dewasa (maturity), tahapan tua (old age).Pada tahapan muda umumnya belum terganggu oleh gaya-gaya destruksional, pada tahap dewasa perkembangan selanjutnya ditunjukkan dengan tumbuhnya sistem drainase dengan jumlah panjang dan kedalamannya yang dapat mengakibatkan bentuk aslinya tidak tampak lagi. Proses selanjutnya membuat topografi lebih mendatar oleh gaya destruktif yang mengikis, meratakan, dan merendahkan permukaan bumi sehingga dekat dengan ketinggian muka air laut (disebut tahapan tua). Rangkaian pembentukan proses (tahapan-tahapan) geomorfologi tersebut menerus dan dapat berulang, dan sering disebut sebagai Siklus Geomorfik.

Selanjutnya dalam mempelajari geomorfologi perlu dipahami istilah-istilah katastrofisme, uniformiaterianisme, dan evolusi.
1. Katastrofisme merupakan pendapat yang menyatakan bahwa gejala-gejala morfologi terjadi secara mendadak, contohnya letusan gunung api.

2. Uniformitarianisme sebaliknya berpendapat bahwa proses pembentukkan morfologi cukup berjalan sangat lambat atau terus menerus, tapi mampu membentuk bentuk-bentuk yang sekarang, bahkan banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada masa lalu juga terjadi pada masa sekarang, dan seterusnya (James Hutton dan John Playfair, 1802).

3. Evolusi cenderung didefinisikan sebagai proses yang lambat dan dengan perlahan-lahan membentuk dan mengubah menjadi bentukan-bentukan baru.
A. PROSES-PROSES GEOMORFIK
Proses-proses geomorfik adalah semua perubahan fisik dan kimia yang terjadi akibat proses-proses perubahan muka bumi. Secara umum proses-proses geomorfik tersebut adalah sebagai berikut :
a. Proses-proses epigen (eksogenetik) :
1. Degradasi ; pelapukan, perpindahan massa (perpindahan secara gravity), erosi (termasuk transportasi) oleh : aliran air, air tanah, gelombang, arus, tsunami), angin, dan glasier.
2. Aggradasi ; pelapukan, perpindahan massa (perpindahan secara gravity), erosi (termasuk transportasi) oleh : aliran air, air tanah, gelombang, arus, tsunami), angin, dan glasier.
3. Akibat organisme (termasuk manusia)

b. Proses-proses hipogen (endogenetik)
1. Diastrophisme (tektonisme)
2. Vulkanisme

c. Proses-proses ekstraterrestrial, misalnya kawah akibat jatuhnya meteor.


A.1. Proses Gradasional
Istilah gradasi (gradation) awalnya digunakan oleh Chamberin dan Solisbury (1904) yaitu semua proses dimana menjadikan permukaan litosfir menjadi level yang baru. Kemudian gradasi tersebut dibagi menjadi dua proses yaitu degradasi (menghasilkan level yang lebih rendah) dan agradasi (menghasilkan level yang lebih tinggi).

Tiga proses utama yang terjadi pada peristiwa gradasi yaitu :
1. Pelapukan, dapat berupa disentrigasi atau dekomposisi batuan dalam suatu tempat, terjadi di permukaan, dan dapat merombak batuan menjadi klastis. Dalam proses ini belum termasuk transportasi.

2. Perpindahan massa (mass wasting), dapat berupa perpindahan (bulk transfer) suatu massa batuan sebagai akibat dari gaya gravitasi. Kadang-kadang (biasanya)efek dari air mempunyai peranan yang cukup besar, namun belum merupakan suatu media transportasi.

3. Erosi, merupakan suatu tahap lanjut dari perpindahan dan pergerakan masa batuan. Oleh suatu agen (media) pemindah. Secara geologi (kebanyakan) memasukkan erosi sebagai bagian dari proses transportasi.

Secara umum, series (bagian/tahapan) proses gradisional sebagai berikut landslides (dicirikan oleh hadirnya sedikit air, dan perpindahan massa yang besar), earthflow (aliran batuan/tanah), mudflows (aliran berupa lumpur), sheetfloods, slopewash, dan stream (dicirikan oleh jumlah air yang banyak dan perpindahan massa pada ukuran halus dengan slope yang kecil).

A.1.1. Pelapukan Batuan
Pelapukan merupakan suatu proses penghancuran batuan manjadi klastis dan akan tekikis oleh gaya destruktif. Proses pelapukan terjadi oleh banyak proses destruktif, antara lain :
1. Proses fisik dan mekanik (desintegrasi) seperti pemanasan, pendinginan, pembekuan; kerja tumbuh-tumbuhan dan binatang , serta proses-proses desintegrasi mekanik lainnya

2. Proses-proses kimia (dekomposisi) dari berbagai sumber seperti : oksidasi, hidrasi, karbonan, serta pelarutan batuan dan tanah. Proses dekomposisi ini banyak didorong oleh suhu dan kelembaban yang tinggi, serta peranan organisme (tumbuh-tumbuhan dan binatang).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan antara lain :
1. Jenis batuan, yaitu komposisi mineral, tekstur, dan struktur batuan

2. Kondisi iklim dan cuaca, apakah kering atau lembab, dingin atau panas, konstan atau berubah-ubah.

3. Kehadiran dan kelebatan vegetasi

4. Kemiringan medan, pengaruh pancaran matahari, dan curah hujan.

Proses pelapukan berlangsung secara differential weathering (proses pelapukan dengan perbedaan intensitas yang disebabkan oleh perbedaan kekerasan, jenis, dan struktur batuan). Hal tersebut menghasilkan bentuk-bentuk morfologi yang khas seperti :
1. Bongkah-bongkah desintegrasi (terdapat pada batuan masif yang memperlihatkan retakan-retakan atau kekar-kekar),

2. Stone lattice (perbedaan kekerasan lapisan batuan sedimen yang membentuknya), mushroom (berbentuk jamur),

3. Demoiselles (tiang-tiang tanah dengan bongkah-bongkah penutup),

4. Talus (akumulasi material hasil lapukan di kaki tebing terjal),

5. Exfoliation domes (berbentuk bukit dari batuan masif yang homogen, dan mengelupas dalam lapisan-lapisan atau serpihan-serpihan melengkung).
Gerakan tanah sering terjadi pada tanah hasil pelapukan, akumulasi debris (material hasil pelapukan), tetapi dapat pula pada batuan dasarnya. Gerakan tanah dapat berjalan sangat lambat hingga cepat. Menurut oleh Sharpe (1938) kondisi-kondisi yang menyebabkan terjadinya perpindahan masa adalah :


1. Faktor-faktor pasif
a. Faktor litologi : tergantung pada kekompakan/rapuh material
b. Faktor statigrafi : bentuk-bentuk pelapisan batuan dan kekuatan (kerapuhan), atau permeabel-impermeabelnya lapisan
c. Faktor struktural : kerapatan joint, sesar, bidang geser-foliasi
d. Faktor topografi : slope dan dinding (tebing)
e. Faktor iklim : temperatur, presipitasi, hujan
f. Faktor organik : vegetasi

2. Faktor-faktor aktif
a. Proses perombakan
b. Pengikisan lereng oleh aliran air
c. Tingkat pelarutan oleh air atau pengisian retakan

A.2. Proses Diastromisme dan Vulkanisme
Diastromisme dan vulkanisme diklasifikasikan sebagai proses hipogen atau endapan karena gaya yang bekerja berasal dari dalam (bagian bawah) kerak bumi. Proses-proses diastropik dapat dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu :
1. Orogenik (pembentukkan pegunungan)
2. Epirogenik (proses pengangkatan secara regional).

Vulkanisme termasuk pergerakan dari larutan batuan (magma) yang menerobos ke permukaan bumi. Akibat dari pergerakan (atau penerobosan) magma tersebut akan memberikan kenampakan yang muncul di permukaan berupa badan-badan intrusi, atau berupa deomal folds (lipatan berbentuk dome) akibat terobosan massa batuan tersebut), sehingga perlapisan pada batuan di atasnya menjadi tidak tampak lagi atau telah terubah.

B. SATUAN MORFOLOGI
Bentuk-bentuk pada permukaan yang dihasilkan oleh peristiwa-peristiwa geomorfik berdasarkan kesamaan dalam bentuk dan pola aliran sungai dapat dikelompokkan ke dalam satuan yang sama. Tujuan dari pengelompokkan ini adalah untuk dapat memisahkan daerah konstruksional dengan daerah detruksional. Kemudian masing-masing satuan dapat dibagi lagi menjadi subsatuan berdasarkan struktur dan tahapan (untuk konstruksional) serta berdasarkan deposisional (untuk destruksional).

B.1. Sungai
Pada hakekatnya aliran sungai terbentuk oleh adanya sumber air (hujan, mencairnya es, dan mata air) dan adanya relief dari permukaan bumi. Sungai-sungai juga mengalami tahapan geomorfik yaitu perioda muda, dewasa, dan tua. Sungai muda dicirikan dengan kemampuan untuk mengikis alurnya, dimana hal ini dapat terjadi jika gradien sungai cukup terjal. Sungai muda biasanya sempit, dengan tebing terjal yang terdiri dari batuan dasar. Gradien sungai yang tidak teratur (seragam) disebabkan oleh variasi struktur batuan (keras-lunak).

Sungai pada stadium dewasa akan mengalami pengurangan gradien sungai sehingga kecepatan aliran dan daya erosi (pengikisan) berkurang, sehingga mulai terjadi pengendapan. Sungai demikian disebut dengan graded. Jika sungai utama mengalami graded berarti telah tercapai kedewasaan awal, dan jika cabang-cabang sungai tersebut juga telah mengalami graded maka telah mencapai kedewasaan lanjut, dan jika alur-alur sungai juga telah mengalami graded, maka sungai tersebut telah mencapai perioda tua.

Pada umumnya aliran sungai dikendalikan oleh struktur batuan dasar, kekerasan batuan, dan struktur geologi, serta beberapa hal lainnya membentuk pola-pola aliran sungai (Gambar 4), antara lain :
1. Pola dendritik, dengan pola aliran menjari dan menyebar seperti dahan-dahan pohon, mengalir ke semua arah, dan menyatu di induk sungai. Umum terdapat pada daerah dengan struktur batuan yang homogen atau pada lapisan endapan sedimen yang horizontal.
2. Pola aliran rektangular, dibentuk oleh cabang-cabang sungai yang berbelok, berliku-liku, dan menyambung dengan membentuk sudut-sudut tegak lurus, yang umumnya dikendalikan oleh pola kekar dan sesar yang berpola berpotongan secara tegak lurus. Umum terdapat pada daerah batuan kristalin, serta perlapisan batuan keras yang horizontal.
3. Pola aliran trelis, berbentuk pola trali pagar. Sungai-sungai yang lebih besar cenderung mengikuti singkapan dari batuan lunak. Pola ini umum pada daerah yang terlipat dan miring kuat.
4. Pola aliran radial, dengan pola sentrifugal dari suatu puncak, misalnya aliran sungai pada pegunungan kubah atau gunung api muda.
5. Pola aliran anular, merupakan aliran dimana sungai-sungai besarnya mengalir melingkar mengikuti struktur dan batuan yang lunak, dan umum terbentuk pada daerah kubah struktural yang telah terkikis dewasa. Pola aliran anular dengan demikian merupakan variasi dari pola aliran trelis.
Pada sungai yang telah mencapai stadium dewasa terdapat dataran banjir yang terbentuk dari pengendapan material klastis yang diendapkan pada daerah di dekat sungai membentuk point bar. Pada sisi kiri kanan sungai sering terbentuk akumulasi yang tebal sedimen sepanjang sungai dan membentuk tanggul alam (natural levees). Jika arus aliran sungai makin melemah, material klastis yang terbawa oleh aliran sungai akan terendapkan pada tekuk lereng, sisi dalam meander, pertemuan antara dua aliran sungai, dan perubahan gradien. Jika endapan aluvial sungai yang telah terbentuk kemudian terkikis kembali oleh aliran sungai akan terbentuk undak-undak sungai, dan merupakan peremajaan sungai pada masa dewasa atau tua.

B.2. Dataran dan Plateau
Dataran dan plateau adalah wilayah-wilayah dengan struktur yang relatif horizontal. Dataran mempunyai relief rendah dengan lembah-lembah dangkal, sedangkan plateau mempunyai relief yang tinggi dengan lembah-lembah yang dalam. Secara umum beberapa jenis dataran, antara lain :
1. Dataran pantai (coostal plains) yang terbentuk oleh timbulnya dasar laut
2. Interior plains, yang mirip dengan dataran pantai tetapi yang terletak sudah jauh dari laut
3. Dataran danau (lake plains), terbentuk oleh timbulnya dasar danau karena pengeringan danau
4. Dataran lava (lava plains) dan plateau lava (lava plateau), terbentuk oleh aliran lava encer
5. Dataran endapan glasial (till plains), terdiri dari endapan glacial yang menutupi topografi tidak rata
6. Dataran aluvial (alluvial plains), yang terbentuk dari endapan aluvial dari kipas aluvial di kaki pegunungan hingga jauh ke dataran banjir dan dataran pantai.

Plateau pada stadium muda merupakan daerah dengan lapisan horizontal dan kebanyakan telah terkikis dalam oleh aliran sungai. Daerah plateau dapat lebih tinggi terhadap sekitarnya dan dibatasi oleh gawir atau dapat pula lebih rendah dari pegunungan disekitarnya. Plateau dewasa mempunyai kenampakan umum mirip dengan pegunungan biasa namun kecenderungan lapisan batuannya horizontal. Plateau tua umumnya merupakan daerah dataran yang luas yang telah mengalami pengikisan dengan perlapisan yang horizontal. Bukit-bukit sisa erosi, yang juga berstruktur horizontal disebut mesa (dengan ketinggian 150-200 m). Dimensi yang lebih kecil dinamakan butte, dan jika lebih sempit dan tinggi seperti pilar-pilar disebut dengan pinnacles atau needles.
B.3. Pegunungan kubah (dome mountains)
Kubah diartikan sebagai struktur dari suatu daerah yang luas dengan sifat lipatan regional dengan sudut kemiringan yang kecil. Ada beberapa sebab terjadinya kubah, antara lain oleh intrusi garam atau diapir, intrusi lakolit, dan intrusi batuan beku seperti batolit.

Dalam tahapan muda pegunungan kubah akan dikikis oleh sungai-sungai namun belum dalam, bentuk kubah masih utuh, pengikisan dimulai di puncak dengan membentuk cekungan erosi. Kadang-kadang inti kubah yang keras tampak di dasar cekungan erosi kubah. Pada tahapan dewasa, pengikisan di puncak makin meluas dan mendalam. Undak-undak gawir terbentuk sesuai dengan banyaknya lapisan-lapisan yang resistan, serta punggungan-punggungan dengan lapisan miring (hogbacks) terbentuk.

Pada tahapan tua, mempunyai bentuk akhir dari pengikisan kubah akan membentuk peneplane. Pola aliran annular hampir-hampir hilang. Kubah besar dan tinggi dihasilkan oleh intrusi-intrusi batolit; yang lebih kecil dihasilkan oleh intrusi lakolit, dan berbentuk kubah landai yang dihasilkan oleh sill. Kubah-kubah kecil dapat dihasilkan oleh intrusi garam atau diapir lempung.
Punggungan-punggungan lapisan miring (hogbacks) dapat terbentuk oleh beberapa kejadian antara lain kubah, antiklin, sesar, intrusi, dan sebagainya. Faltion merupakan hogbacks yang terletak terdekat dengan inti kubah yang keras seperti batuan kristalin dengan ujung atas umumnya runcing.
Inti kubah yang terdiri dari batuan kristalin sering memberi arti sebagai sumber mineral logam; pertambangan sering dijumpai kubah-kubah garam tentunya memberi makna sebagai sumber garam. Jika tidak berpotensi akan mineral, inti kubah yang bertekstur kasar sering merupakan daerah hutan dan sekaligus merupakan daerah tadah hujan. Juga lereng-lereng terjal dari hogbacks sebaiknya merupakan daerah hutan untuk mencegah longsoran dan untuk tujuan konservasi air.
B.4. Pegunungan Lipatan (Folded Mountains)
Istilah pegunungan lipatan digunakan untuk suatu jenis pegunungan dengan struktur lipatan yang relatif sederhana. Pada tahapan muda morfologinya masih menggambarkan adanya lingkungan antiklin dan sinklin. Bila erosi melanjut maka pengikisan sungai lateral dapat menajam ke hulu dan juga sepanjang puncak antiklin.

Pada tahapan dewasa pengikisan di puncak antiklin dapat melanjut, melebar ke arah dalam sepanjang puncak antiklin dan akhirnya terbentuk lembah antiklin dengan kenampakan morfologi terhadap struktur geologi menjadi terbalik (interved relief), bukit-bukit antiklin (anticlinal ridges), dan lembah-lembah sinklin (sinclinal ridges), serta bukit-bukit yang terbentuk oleh lapisan-lapisan yang miring searah disebut bukit-bukit homoklin (homoclinal ridges). Pada tahapan tua, daerah pegunungan lipatan oleh pengikisan menjadi peneplane dan sungai mengalir di dataran tersebut seolah tanda mengindahkan adanya lapisan lunak ataupun keras.

Daerah pegunungan lipatan umumnya berbukit-bukit terjal, dengan lembah-lembah yang panjang, adanya perulangan antara lembah lebar dan lembah sempit akibat perbedaan kekerasan batuan, adanya gawir terjal dan pegunungan landai pada hogbacks atau homoclinal ridges. Daerah pegunungan lipatan yang terdiri dari batuan-batuan sedimen sering pula mengandung nilai-nilai ekonomis seperti batugamping, batulempung, batupasir kuarsa, gipsum, dan sebagainya.
B.5. Pegunungan Patahan (Block Mountains)
Pegunungan ini merupakan hasil deformasi oleh sesar. Pada tahapan muda pegunungan patahan memperlihatkan gawir-gawir terjal yang memisahkan antara satu blok pegunungan dengan blok yang lain atau antara blok pegunungan dengan blok lembah. Umumnya bidang gawir tajam relatif rata, belum tersayat oleh lembah-lembah. Bentuk blok dapat persegi, berundak, atau membaji tergantung kepada pola sesar.

Pada tahapan dewasa menyebabkan adanya pengikisan pada bagian muka atau punggungan blok dengan beberapa kenampakan bagian muka dari blok masih lebih terjal dari pada bagian punggungan, masih terlihat adanya kelurusan garis dasar sesar, adanya triangular facets yang merupakan sisa-sisa bidang sesar setelah terkikis, adanya dataran aluvial berupa kipas aluvial yang terletak berjajar dalam garis lurus sepanjang kaki bidang muka dan blok, serta munculnya mata air. Pada tahapan tua, daerah pegunungan patahan menjadi mendatar dan kehilangan bentuk simetrinya, dengan daerah aluvial yang meluas.
B.6. Gunung Api
Pertumbuhan gunung api merupakan salah satu dari bentuk konstruksional, dimana pembentukannya dapat terjadi melalui letusan, longsoran, injeksi kubah lava, dan sebagainya diselingi dengan erosi. Pada umumnya proses erosi berjalan lebih lambat dari proses pembentukan gunung api. Disamping itu gunung api dapat pula mengalami proses konstruksi lain seperti sesar dan lipatan.

Gunung api yang telah mencapai tahapan dewasa oleh letusan baru dapat segera menjadi muda kembali. Perubahan-perubahan bentuk oleh kegiatannya dapat terjadi seperti pembentukan kubah lava, aliran lava, aliran lahar, pembentukan kerucut porositer, pembentukan kaldera.
Bentuk-bentuk gunung api dipengaruhi oleh letusan dan aliran lava. Pada letusan gunung api akan menghasilkan tufa dan breksi vulkanik membentuk cinder cones.

Compasite cones terbentuk jika kegiatan erupsi letusan dan aliran lava terjadi secara bergantian. Kerucut gunung api sederhana mempunyai kawah (crater), pada letusan-letusan yang berulang pada titik yang berbeda dalam suatu kawah dapat menghasilkan kawah ganda (nested craters), dan pada letusan dahsyat dapat menghasilkan kaldera (kawah yang sangat besar, berdinding terjal, dan umumnya mempunyai dasar kawah yang rata).
Gunung api baru dapat tumbuh di dasar kaldera, dan disebut gunung api sekunder. Gunung api di dalam tahapan tua sudah tidak memperlihatkan bentuk kerucut lagi. Hanya sisa diatrema saja yang kadang-kadang terlihat mencuat diantara dataran, dan disebut volcanic necks.

C. ANALISIS MORFOLOGI
Analisis pada suatu daerah (secara regional) dapat dilakukan pada foto udara atau pada peta topografi. Analisis morfologi dapat dilakukan dengan pemisahan-pemisahan unsur-unsur morfologi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Analisis dilakukan dengan memperhatikan tujuan semula, mungkin berupa tujuan-tujuan ilmiah atau tujuan-tujuan aplikasi. Analisis morfologi yang lazim diadakan adalah: elevasi, sudut lereng, pola kontur, bentuk bukit, pola bukit, bentuk aliran, pola aliran, kerapatan sungai, luas DAS, tekuk lereng/gradien, dan lain-lain.

Dalam melakuan pemerian geomorfologi pada suatu daerah (wilayah) dapat dilakukan secara empiris atau deskriptif. Pemerian empiris dilakukan dengan mengemukakan apa adanya; seperti bukit, lembah, atau pegunungan dan diuraikan menurut bentuk, ukuran, posisi, dan warna. Contohnya sederet perbukitan yang terdiri dari batugamping dan batulempung, dengan lebar wilayah perbukitan tersebut lebih kurang 5 km dan panjang 20 km, dengan puncak-puncaknya setinggi 900-1250 m dpl ... dst.
Sedangkan pemerian secara deskriptif (explanation) dilakukan dengan menggunakan istilah-istilah yang lebih tepat karena mengandung arti genetik dari permasalahan morfologi dan sekaligus mengandung arti bentuk, ukuran, komposisi, lokasi, dan sebagainya. Contoh : terdapat sederet pegunungan lipatan selebar 5 x 20 km membentuk bukit-bukit hogback dan lembah-lembah homoklin, terdiri dari batugamping dan batulempung, … dst.

Pada pengamatan melalui peta topografi, analisis dilakukan terhadap pola kontur (tata letak, bentuk-bentuk lengkungan dan kelurusan, kerapatan garis kontur, dan pola-pola kontur yang khas). Daerah di muka bumi yang mempunyai kesamaan dalam bentuk-bentuk dan pola aliran sungai dimasukkan ke dalam satuan yang sama.

Satuan morfologi pada orde satu dapat dikelompokkan sebagai pegunungan dan dataran. Pada orde kedua, pegunungan dapat diuraikan lagi sebagai pegunungan plateu, pegunungan kubah, pegunungan lipatan, pegunungan kompleks, dan gunung api. Sedangkan dataran, pada orde kedua dapat diuraikan lagi sebagai dataran pantai, dataran banjir, dataran danau, dataran aluvial, dan dataran glasial.

D. PENERAPAN GEOMORFOLOGI SEBAGAI SALAH SATU ALAT DALAM EKSPLORASI
Sebelum pelaksanaan kegiatan (survei) lapangan, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu pengenalan bentang alam (landform) melalui analisis foto udara atau analisis peta topografi (berdasarkan pola kontur). Kegiatan ini akan sangat membantu untuk memberikan gambaran (interpretasi awal) tentang sejarah geologi, struktur, dan litologi regional daerah yang akan diobservasi.

McKinstry (1948) dalam tulisannya membahas tentang penggunaan petunjuk geomorfik dalam pekerjaan eksplorasi, dan mengelompokkan tiga petunjuk dalam pencarian endapan mineral, yaitu :
1. Beberapa endapan mineral akan memperlihatkan suatu bentuk topografi yang khas.
2. Topografi suatu daerah dapat memberikan suatu struktur geologi dimana suatu endapan mineral dapat terakumulasi.
3. Dengan mempelajari sejarah geomorfik suatu daerah memungkinkan untuk dapat memperkirakan kondisi-kondisi fisik dimana mineral-mineral terakumulasi atau terkayakan.

Tidak semua tubuh bijih mempunyai ekspresi permukaan (topografi) yang khas, namun ada beberapa diantaranya dapat diprediksikan dari kenampakan permukaan (topografi) seperti singkapan bijih, gossan, atau mineral-mineral residual, serta kenampakan struktur geologi seperti fractures, sesar, dan zona-zona breksiasi. Sebagai contoh : sebaran Pb-Zn di Broken Hill Australia membentuk suatu punggungan yang menyolok, urat-urat kuarsa masif di Santa Barbara Meksiko memperlihatkan bentuk yang menyolok karena cenderung lebih resistan terhadap pelapukan dari batuan-batuan di sekitarnya. Menurut Schmitt (1939), ekspresi topografi merupakan suatu akibat dari laju oksidasi, termasuk daya tahannya terhadap pelapukan dan erosi.

Pada endapan residual, konsep-konsep geomorfologi yang dapat diterapkan antara lain :
1. Pelapukan dan erosi merupakan proses yang mutlak dan selalu terjadi di muka bumi.
2. Hasil pelapukan suatu batuan mungkin dapat menghasilkan suatu konsentrasi endapan mineral ekonomis.
3. Produk dari tahap akhir siklus morfologi pada umumnya tertinggal membentuk suatu endapan residual yang insitu.
4. Tahapan-tahapan awal dari siklus geomorfik pada umumnya bersifat mengikis, mengerosi, tertransport, dan terendapkan pada suatu tempat.

Sedangkan pada endapan placers (residual, kolovial, eluvial, aluvial, dan endapan pantai), konep-konsep geomorfologi yang dapat diterapkan antara lain ; masing-masing tipe endapan placers merupakan hasil dari siklus geomorfik yang terbatas, dan diendapkan pada kondisi topografi tertentu, dan mempunyai ekspresi topografi yang khas.

Geology

Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi. Bumi merupakan salah satu planet yang ada di sistem tatasurya kita. Bumi didiskripsikan berbentuk bulat pepat dan berputar pada poros pendeknya. Jari-jari bumi ± 6.370 km, yang terdiri dari benda padat (batuan), benda cair, dan gas (udara). Bisa juga diartikan bahwa geologi adalah ilmu yang mempelajari batuan karena unsur bumi yang terdiri dari benda padat (batuan), cair dan gas.

Sedangkan Batuan merupakan suatu bentuk padatan alami yang disusun oleh satu atau lebih mineral, dan kadang-kadang oleh material non-kristalin. Kebanyakan batuan merupakan heterogen (terbentuk dari beberapa tipe/jenis mineral), dan hanya beberapa yang merupakan homogen (disusun oleh satu mineral atau monomineral). Tekstur dari batuan akan memperlihatkan karakteristik komponen penyusun batuan, sedangkan struktur batuan akan memperlihatkan proses pembentukannya (dekat atau jauh dari permukaan).

Batuan kristalin terbentuk dari tiga proses (fisika-kimia) dasar, yaitu kristalisasi dari suatu larutan panas (magma), presipitasi dari larutan, serta rekristalisasi dari suatu bentuk padatan. Proses-proses tersebut akan menghasilkan tipe atau produk akhir dari batuan sesuai dengan kondisi atau tahapan pembentukannya, dan kadang-kadang muncul sebagai suatu produk residual. Berdasarkan proses pembentukannya batuan dapat dikelompokkan sebagai batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf.

A. Batuan Beku
Batuan beku merupakan produk akhir dari magma, yang merupakan suatu massa larutan silikat panas, kaya akan elemen-elemen volatil, dan terbentuk jauh di bawah permukaan bumi melalui reaksi panas (fusion) dari massa padatan. Bagian dari pelarutan pada bagian tengah lapisan kerak bumi (hasil dari magma primer), biasanya mempunyai komposisi basaltik, dan muncul di permukaan bumi melalui proses erupsi membentuk batuan volkanik atau ekstrusif, atau melalui pen-injeksian pada perlapisan atau rekahan-rekahan dalam kerak bumi pada kedalaman yang bervariasi membentuk batuan hipabissal (hypabyssal rocks). Magma-magma lain yang berasal dari larutan basaltik yang melalui proses differensiasi kadang-kadang juga muncul ke permukaan bumi.Mineral-mineral yang pertama kali mulai mengkristal dari basalt (pada temperatur 11000C – 12000C) membentuk mineral spinels (kromit) & sulfida, mineral-mineral jarang, serta logam-logam berharga (spt platinum), yang sering dikenal sebagai mineral-mineral aksesoris yang terbentuk dalam jumlah yang sedikit pada tipe batuan tersebut. Kadang-kadang pada temperatur terendah (pada range temperatur pembentukan), mengkristal silikat yang kaya akan besi & magnesium (olivin), sodium & kalsium (piroksen), serta kadang-kadang juga mengandung potasium & air (mika dan amfibol). Seri (reaksi-reaksi) pembentukan mineral pada batuan beku (basaltis) dipelajari oleh N.L. Bowen, dan urutannya dikenal dengan Deret (Series) Reaksi Bowen seperti yang terlihat pada Gambar berikut :

Deret Reaksi Bowen















Deret reaksi Bowen, yang memperlihatkan
sekuen kristalisasi dari larutan magma







Pada deret ini dapat dipresentasikan dua urutan pararel, yaitu :
Seri kontinious, dimana tipe plagioklas berupa feldspar (mineral-mineral felsik) yang terbentuk setelah kristalisasi, dan dengan proses yang berkesinambungan dengan turunnya temperatur terbentuk komposisi yang kaya akan kalsium (anortit) s/d komposisi yang kaya akan sodium (albit).
Seri diskontinious, dimana mineral-mineral besi dan magnesium terbentuk pada awal kristalisasi dari larutan dan terendapkan dengan sempurna membentuk mineral-mineral baru dengan suatu sekuen reaksi yaitu : Olivine ---> hypersthene ---> augit ---> hornblende ---> biotit Berdasarkan letak dan bentuknya, batuan beku dapat digambarkan seperti yang terlihat pada Gambar berikut :

Gambar Sketsa pembentukan, letak, dan bentuk batuan beku


Batuan beku juga dapat dikelompokkan berdasarkan perbedaan susunan kimianya, yaitu :
1. Batuan beku asam, dengan kandungan SiO2 > 55% (granit, monzonit).




2. Batuan beku sedang, dengan kandungan SiO2 50-55% (granodiorit, diorit, andesit).

3. Batuan beku basa, dengan kandungan SiO2 <>
4. Batuan beku sangat basa (ultra basa), tidak mengandung SiO2, tetapi mengandung banyak plagioklas dan ortoklas (peridotit, hazburgit).
B. Batuan Sedimen Karena adanya perubahan iklim (panas, dingin, kering, hujan) dan reaksi dengan zat-zat lain yang ada di permukaan bumi, termasuk juga pembuatan manusia dan makhluk hidup lainnya, maka batuan yang ada di permukaan bumi dapat berubah (terombak) sehingga menjadi tidak kuat dan kompak lagi. Akibatnya batuan tersebut akan mudah tererosi dan ter-transport oleh aliran sungai.Secara umum proses-proses penghancuran pada bagian yang tinggi (lapuk, longsor, dan erosi), proses-proses pengangkutan dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah oleh media air, serta proses-proses pengendapan (sedimentasi) pada bagian yang lebih rendah atau tenang (danau, sungai, lembah, rawa, dan laut), selalu berlangsung di muka bumi. Kegiatan atau proses-proses tersebut akan terus berlangsung sampai ribuan atau jutaan tahun, sehingga akan terjadi pengompakan sehingga membentuk batuan-batuan sedimen yang kompak (batupasir, batul anau, batulempung, breksi, batugamping, dll).Kekuatan batuan sedimen sangat bervariasi, tergantung dari tingkat konsolidasi (umur), tingkat pelapukan, dan kandungan materialnya. Batuan sedimen akan berkekuatan tinggi dan keras jika terkonsolidasi kuat, berumur sudah tua (tersier atau lebih), masih segar, mengandung material/mineral keras dan kuat (kuarsa, fragmen batuan beku, dll). Sedangkan kalau masih muda (belum terkonsolidasi dengan baik), sudah lapuk, dan mengandung banyak air atau terdiri dari material lunak, akan bersifat lemah dan mudah digali/dibongkar.
Gambar Sketsa proses-proses pelapukan, erosi, transportasi, dan pengendapan batuan sedimen











Gambar Sketsa perlapisan pada batuan sedimen













Batuan sedimen dapat tersebar sangat luas atau terbatas, tergantung pada luas cekungan pengendapan dan material pembentuk yang tersedia, juga pada kestabilan cekungan pada masa yang bersangkutan, serta dapat juga bersamaan dengan pembentukan cebakan endapan berharga/bahan tambang misalnya : 1. Pada proses pelapukan ------> endapan nikel, laterit, bauksit, dll.2. Pada proses pengendapan ------> pasirbesi, timah, besi, batubara, pasir, kaolin, batugamping, dll

C. Batuan Hasil Aktivitas Gunung Api
Magma yang merupakan lelehan panas, pijar, dan relatif encer, dapat bergerak dan menerobos ke permukaan bumi melalui rongga-rongga yang terbentuk oleh proses tektonik (bidang sesar). Selain berupa padatan, magma juga mengandung uap air dan gas yang bervariasi komposisinya.
Pada saat menerobos ke permukaan bumi, magma yang agak kental dan bertekanan rendah maka akan muncul berupa lelehan lava panas yang mengalir dari kepundan/kawah ke lereng gunung, dan secara pelan-pelan membeku mulai dari bagian ujung dan luarnya, sedangkan bagian tengahnya masih akan mengalir dan meninggalkan rongga-rongga di dalam lava (lava berongga).Kalau magma tersebut encer dan bertekanan tinggi, maka akan terjadi letusan gunung api. Sumbat kepundan akan hancur dan terlempar ke sekitarnya dan bersamaan dengan itu sebagian magma panas juga akan terlempar ke udara. Akibat dari letusan tersebut terjadi proses pendinginan yang cepat, sehingga magma akan membeku dengan cepat dan membentuk gelas (obsidian), tufa atau abu halus, lapili dan bom (berupa batuapung dengan rongga-rongga gas). Material yang halus (tufa) akan terlempar jauh dan terbawa angin ke tempat yang lebih jauh, sedangkan bom, lapili, dan gelas, dan material-material lain yang berukuran pasir dan kerikil akan jatuh di sekitar puncak gunung.

D. Batuan Metamorf
Batuan yang sudah ada/terbentuk, dapat juga mengalami perubahan menjadi batuan lain oleh proses metamorfosa (suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas panas dan tekanan yang tinggi). Karena perubahan temperatur, tekanan, atau temperatur dan tekanan (secara bersama) akan merubah struktur dalam (kristal) dari mineral-mineral yang menyusun batuan tersebut. Dalam proses metamorfosa ini dianggap tidak ada penambahan unsur dari luar.

AB + CD -----> AC + BD
Misalnya suatu batuan mengandung 2 mineral yang masing-masing mempunyai unsur AB dan CD. Setalah proses metamorfosa yang terbentuk adalah mineral baru dengan susunan unsur AC dan BD.

Contoh lain : CaCO3 -------> CaCO3(batugamping) (marmer)Secara umum pada batuan metamorf dikenal mempunyai 3 macam struktur, yaitu:

1. gneis, yang terdiri dari gabungan mineral-mineral pipih (mika) dengan mineral bulat (kuarsa, garnet, silimanit, dll).

2. sekis, yang terdiri dari susunan mineral-mineral pipih (terutama mika). filit, yang terdiri dari mineral-mineral sangat halus (batu sabak).

Stratigraphy

Minggu, 13 September 2009

GEOLOGY_EXPLORATION


Eksplorasi mineral itu tidak hanya berupa kegiatan sesudah penyelidikan umum itu secara positif menemukan tanda-tanda adanya letakan bahan galian, tetapi pengertian eksplorasi itu merujuk kepada seluruh urutan golongan besar pekerjaan yang terdiri dari :

1. Peninjauan (reconnaissance atau prospeksi atau penyelidikan umum) dengan tujuan mencari prospek,
2. Penilaian ekonomi prospek yang telah diketemukan, dan
3. Tugas-tugas menetapkan bijih tambahan di suatu tambang

Di Indonesia sendiri nama-mana dinas atau divisi suatu organisasi perusahaan, lembaga pemerintahan serta penelitian memakai istilah eksplorasi untuk kegiatannya yang mencakup mulai dari mencari prospek sampai menentukan besarnya cadangan mineral. Sebaliknya ada beberapa negara-negara yang menggunakan istilah eksplorasi untuk kegiatan mencari mineralisasi dan prospeksi untuk kegiatan kegiatan mencari mineralisasi dan prospeksi untuk kegiatan penilaian ekonomi suatu prospek (Peters, 1978). Selanjutnya istilah eksplorasi mineral yang dipakai dalam tulisan ini berarti keseluruhan urutan kegiatan mulai mencari letak mineralisasi sampai menentukan cadangan insitu hasil temuan mineralisasi. Selanjutnya istilah eksplorasi mineral yang dipakai dalam tulisan ini berarti keseluruhan urutan kegiatan mulai dari mencari letak mineralisasi sampai menentukan cadangan insitunya.


Pentahapan Dalam Perencanaan Kegiatan Eksplorasi

1. Tahap Eksplorasi Pendahuluan

Menurut White (1997), dalam tahap eksplorasi pendahuluan ini tingkat ketelitian yang diperlukan masih kecil sehingga peta-peta yang digunakan dalam eksplorasi pendahuluan juga berskala kecil 1 : 50.000 sampai 1 : 25.000. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah :

a. Studi Literatur

Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei terdahulu), catatan-catatan lama, laporan-laporan temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah pemilihan lokasi ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dan provinsi metalografi dari peta geologi regional sangat penting untuk memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah terjadi, dan tanda-tandanya dapat dilihat di lapangan.

b. Survei Dan Pemetaan

Jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah tersedia, maka survei dan pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya sudah dapat dimulai (peta topografi skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada, maka perlu dilakukan pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut sudah ada peta geologi, maka hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa langsung ditujukan untuk mencari tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan), melengkapi peta geologi dan mengambil conto dari singkapan-singkapan yang penting.

Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian atau batubara (sasaran langsung), yang perlu juga diperhatikan adalah perubahan/batas batuan, orientasi lapisan batuan sedimen (jurus dan kemiringan), orientasi sesar dan tanda-tanda lainnya. Hal-hal penting tersebut harus diplot pada peta dasar dengan bantuan alat-alat seperti kompas geologi, inklinometer, altimeter, serta tanda-tanda alami seperti bukit, lembah, belokan sungai, jalan, kampung, dll. Dengan demikian peta geologi dapat dilengkapi atau dibuat baru (peta singkapan).

Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian digabungkan dan dibuat penampang tegak atau model penyebarannya (model geologi). Dengan model geologi hepatitik tersebut kemudian dirancang pengambilan conto dengan cara acak, pembuatan sumur uji (test pit), pembuatan paritan (trenching), dan jika diperlukan dilakukan pemboran. Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot dengan tepat di peta (bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dll.).

Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan, gambaran mengenai cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk menetapkan apakah daerah survei yang bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau daerah tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan dengan tahap eksplorasi selanjutnya.

2. Tahap Eksplorasi Detail

Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi detail (White, 1997). Kegiatan utama dalam tahap ini adalah sampling dengan jarak yang lebih dekat (rapat), yaitu dengan memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk mendapatkan data yang lebih teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan (volume cadangan), penyebaran kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak. Dari sampling yang rapat tersebut dihasilkan cadangan terhitung dengan klasifikasi terukur, dengan kesalahan yang kecil (<20%), sehingga dengan demikian perencanaan tambang yang dibuat menjadi lebih teliti dan resiko dapat dihindarkan.

Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman, ketebalan, kemiringan, dan penyebaran cadangan secara 3-Dimensi (panjang-lebar-tebal) serta data mengenai kekuatan batuan sampling, kondisi air tanah, dan penyebaran struktur (kalau ada) akan sangat memudahkan perencanaan kemajuan tambang, lebar/ukuran bahwa bukaan atau kemiringan lereng tambang. Juga penting untuk merencanakan produksi bulanan/tahunan dan pemilihan peralatan tambang maupun prioritas bantu lainnya.

3. Studi Kelayakan

Pada tahap ini dibuat rencana peoduksi, rencana kemajuan tambang, metode penambangan, perencanaan peralatan dan rencana investasi tambang. Dengan melakukan analisis ekonomi berdasarkan model, biaya produksi penjualan dan pemasaran maka dapatlah diketahui apakah cadangan bahan galian yang bersangkutan dapat ditambang dengan menguntungkan atau tidak.